3 Jalinan Ilmu Antropologi dan Ilmu Sejarah

3 Jalinan Ilmu Antropologi dan Ilmu Sejarah

3 Jalinan Ilmu Antropologi dan Ilmu Sejarah – Antropologi menjadi satu diantara ilmu yang diakui dan dibutuhkan untuk seorang sejarawan, sudah pasti hubunganya karena ada jalinan di antara ilmu antropologi dan ilmu sejarah. Oleh karena basic, dasar atau pojok pengambilanya menggunakan topik khusus sejarah, umumnya seorang sejarawan menempatkan antropologi sebagai ilmu bantu untuk kupas atau menganalisa persoalan, object atau pengkajian yang ditelaah. Tetapi bukan mustahil hal kebalikannya terjadi, yaitu sejarah jadi ilmu bantu untuk seorang antropolog yang barang pasti memakai topik khusus antropologi, hingga bisa disebutkan jika ilmu antropologi menyumbangkan banyak teori untuk ilmu sejarah, begitupun kebalikannya, ilmu sejarah menyumbangkan banyak teori untuk ilmu antropologi.

Pemahaman Ilmu Antroplogi Dan Ilmu Sejarah

Seterusnya sebelumnya, perlu dimengerti apa pemahaman ilmu antropologi dan ilmu sejarah. Antropologi berasal dari 2 akar kata Yunani, yaitu anthropos dan logos yang bermakna manusia dan ilmu atau logika. (Kamus Antropologi, hal. 28) mendefinisikan antropologi sebagai sesuatu ilmu yang berusaha capai pemahaman mengenai manusia dengan pelajari bermacam warna bentuk fisik, personalitas, warga dan kebudayaanya. Bisa disebutkan, antropologi ialah ilmu yang pelajari manusia dengan hasilnya kreasi dan semua kegiatannya. Dan sejarah asal dari akar kata Bahasa Arab syajarah yang bermakna pohon, syajarah an-nasab bermakna pohon riwayat, lain dengan Bahasa Inggris history atau Bahasa Latin dan Yunani historia, di mana kata awal histor atau istor memiliki makna orang pintar.

Secara singkat menurut Kuntowijoyo dalam (Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 14), sejarah ialah rekontruksi masa silam berkaitan apa yang telah dipikir, disebutkan, ditangani, dirasa dan dirasakan manusia. Bisa disebutkan, sejarah ialah ilmu yang pelajari kejadian yang betul-betul terjadi di periode lalu mencakup object manusia, ruangan dan waktu. Sampai sini bisa dijumpai, secara pemahaman saja telah ada kemiripan dan ketidaksamaan di antara ilmu antropologi dan ilmu sejarah. Pemahaman atau definisilah nun kurang lebih jadi dasar yang memperantai dan batasi jalinan di antara ilmu antropologi dengan ilmu sejarah. Berikut, tidak berarti ilmu antropologi dan ilmu sejarah terbatas pada 3 jalinan saja, tapi 3 jalinan ini yang kiranya fundamental antara ke-2 nya. Pertama, secara pemahaman sama jadikan manusia sebagai object pengkajian.

Baca Juga : Jurusan Sejarah – Info Kuliah & Prospek Kerjanya

Dari pemahaman yang telah disebut awalnya, dapat kita memahami jika ada object pengkajian yang masih sama di antara ke-2 nya, yaitu manusia. Ditambah ke-2 ilmu ini sama menghiraukan ruangan, hasil kreasi dan kegiatannya. Tetapi dari pemahaman ke-2 ilmu ini, ada pula hal sebagai pembanding atau pemisah di antara ke-2 nya, yaitu saat lalu, kejadian yang betul-betul terjadi, bentuk fisik dan personalitas. Itu hanya dari pemahaman ke-2 ilmu itu. Selanjutnya berkaitan object pengkajian manusia, sejarah memang betul cuma menceritakan mengenai manusia . Maka sejarah bukan fabel yang bercerita hewan, bukan mitologi, dogma, sastra dan legenda yang bercerita jin, dewa, kemampuan atau makhluk supranatural lainnya. Tidak disangkal dalam sejarah ada elemen atau beberapa hal yang karakternya begitu, tetapi hal itu bukan jadi object pengkajian khusus.

Hingga jadi seperti elemen pertanda petik tertentu dalam sejarah. Seperti kata Kuntowijoyo dalam (Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 10), walau sejarah menceritakan mengenai manusia, tetapi tidak bercerita manusia keseluruhannya. Manusia yang berbentuk fosil jadi object pengkajian riset antropologi ragawi dan bukan sejarah. Agar semakin gampang pahami ketidaksamaan dan kesamaan ke-2 nya berkaitan object pengkajian manusia, berikut contoh kasus Suku Samin yang berada di Blora misalkan, yang memiliki kejadian atau hasil kreasi berbentuk budaya. Jikamana pakar sejarah menyaksikan kebudayaan mengutamakan pada pertumbuhanya dan definisinya sebagai peninggalan sosial, karena itu lain masalah dengan pakar antropologi yang menyaksikan kebudayaan sebagai tata hidup, way of life atau tingkah laku (Filsafat Kebudayaan, hal. 27).  https://joegarcia2014.com/

Pandangan Pakar Sejarah Mengenai Ketidaksamaan Ke Dua nya Yang Sama-sama Terkait

Hingga object khusus sejarawan ialah figur Samin Surosentiko yang mewarisi peninggalan-warisan sosial, sedang object khusus antropolog ialah manusianya dengan bentuk fisik, beberapa aktivitas dan jalinan lainnya sebagai jalan hidup. Ke-2 , Ilmu sejarah membutuhkan sistem dari ilmu antropologi untuk pecahkan beragam masalah dalam sejarah. Kadangkala bukti di atas lapangan susah untuk ungkap kerangka sesuatu kejadian sejarah. Pendekatan antropologi memungkinkannya sejarawan untuk pahami kerangka kejadian sejarah dengan memakai ide kehidupan warga yang berjalan di saat kejadian sejarah itu terjadi. Misalkan berkaitan sejarah lokal, mekanisme keyakinan, agama dan narasi masyarakat yang terdapat dalam masyarakat. Juga, berkaitan buah kreasi berbentuk beberapa benda yang dibuat. Yang walaupun itu perlakuan manusia, tapi lebih jadi tugas antropologi dan arkeologi.

Juga, beberapa benda untuk ilmu sejarah umumnya cuma jadi sumber, sedang untuk kupasnya membutuhkan ilmu bantu antropologi. Ke-3 , antropologi membutuhkan catatan sejarah. Sebelumnya ilmu antropologi sendiri sebenarnya tidak jadikan urutan atau waktu sebagai hal yang penting jadi perhatian, nyaris memper dengan ilmu sosial atau ilmu sosiologi, walau sebenarnya urutan atau waktu benar-benar bermanfaat untuk pahami background warga dan punya pengaruh pada objecttifitas pengkajian. Harus dipahami, Kuntowijoyo sebelumnya pernah menandaskan dalam (Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 84-85) bagaimana sejarah jadi kritikan pada generalisasi ilmu sosial, misalnya pada kasus Max Weber (1864-1920) saat metodologi beberapa ilmu sosial yang memakai bagus tipe untuk memudahkan riset.

Saat ditempatkan pada realita bersejarah yang faktual, rupanya type bagus itu banyak yang tidak memiliki dasar faktual. Contoh kasus pada bukunya The Religiuson of China, banyak dikritik karena memiliki kandungan kekurangan, tidak sensitif dengan masasasi sejarah, di mana ringkasan-kesimpulan umum berkenaan China dibikin menyambungkan beberapa fakta dari masa yang berbeda. Juga buku Karl Wittfogel judulnya Oriental Despotism yang berisi mengenai teori hydraulic society. Teori itu diambil dari study mengenai ada despotisme dalam warga pemakai air sungai disekitaran Sungai Nil, Indus dan Yang Tse Kiang. Di mana di situ muncul raja yang berkuasa untuk membagi air. Kata Kuntowijoyo jika teori itu dipakai untuk menganalisa birokrasi di Jawa, pertanyaan “Apa pada tempat ini betul-betul ada hydraulic society?” harus dijawab.

Dianggap di Jawa memang ada patrimonialisme, tetapi kekerasan dan kekejamanya memiliki sifat individu, tidak umum, karena di Jawa raja tidak dapat mengongkosi tentara yang banyaknya besar. Sultan Agung misalkan, memakai Bupati Pantai Utara, Bahureksa saat menggempur Batavia pada 1628. Di Bali, teori itu ditempatkan pada bukti sejarah, karena masalah air di Bali ditata oleh lembaga subak, tidak oleh negara. Bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat dalam (Pengantar Ilmu Antropologi, hal. 10) menjelaskan jika ilmu antropologi memerhatikan 5 permasalahan berkenaan makhluk hidup, yakni;

  • permasalahan pada perubahan manusia sebagai makhluk biologis,
  • permasalahan pada sejarah berlangsungnya beraneka macam makhluk manusia dilihat dari pojok beberapa ciri badannya.
  • Permasalahan pada sejarah asal, perubahan, dan penebaran beragam jenis bahasa di penjuru dunia,
  • permasalahan penyebaran dan berlangsungnya keberagaman kebudayaan manusia di penjuru dunia, dan
  • permasalahan pada beberapa dasar dan keberagaman kebudayaan manusia di kehidupan warga dan suku bangsa yang menyebar di segala penjuru bumi pada jaman saat ini.

Hingga jelas saat ini untuk beberapa antropolog, sejarah penting khususnya saat menganalisa karakter budaya sesuatu barisan etnis. Antropolog kadangkala memakai sistem sejarah untuk merekonstruksi populasi yang sudah dikuasai oleh budaya luar. Juga sebagai antropolog, penting untuk ketahui sumber dampak itu dan bagaimana mula masuknya budaya asing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>